Minggu, 11 Agustus 2024
Saat mentari sedang hangat-hangantnya, aku berjalan di ruang terbuka di depan kelas, melewati beberapa santri yang sedang main badminton, dan sebagian sedang duduk santai, aku melempar senyum pada mereka. Di lapangan pesantren, beberapa santri sedang asyik bermain futsal, diiringi lantunan nadhom alfiyah. Aku melewati pohon beringin yang rindang, dahan-dahannya melambai lembut seiring hembusan angin. Di kejauhan, Gunung Haruman menjulang dengan megah, hijaunya tampak segar dan hidup, disinari hangatnya mentari pagi. Pikiran sudah tertuju pada pekerjaan yang menanti, ketika tiba-tiba, suara langkah kecil terdengar dari belakang.
“Ustadz!” suara itu memanggil. Aku menoleh, mendapati seorang santri berlari kecil mendekat.
“Iya,” jawabku, sedikit heran.
“Boleh salim?” tanyanya dengan penuh hormat.
Aku terdiam sejenak, kaget oleh permintaan sederhana itu, kemudian tersenyum. “Boleh,” jawabku sambil mengulurkan tangan. Santri itu segera meraih tanganku dengan penuh hormat, lalu menyentuh punggung tanganku ke bibirnya.
Hati ini tiba-tiba terasa hangat. Betapa bahagianya aku mendengar permintaan sederhana itu. Dia adalah Santri baru di sini, dan tindakan kecilnya ini begitu berarti. Dengan hati berdebar, aku melanjutkan perjalanan menuju lab komputer, sambil terus membaca doa dalam hati, “Allahuma ayyuma ghulamin ‘alamtuhu faj’alhu fi’ibadika solihin.” (Ya Allah, siapa saja yang telah aku ajari sebuah ilmu, maka jadikanlah ia di antara hamba-hambamu yang saleh).
Setibanya di lab, aku melihat beberapa santri sedang membereskan Chromebook. Dengan senyum yang masih tersisa, aku berkata, “Ustadz, boleh salim. Tadi ada santri yang mengejarku dan ngajak salaman.”
Mendengar itu, para santri yang sedang beres-beres pun tertawa kecil. Mereka memahami betapa berartinya momen sederhana itu.
Setelah itu, aku duduk di depan komputer, masih teringat kejadian tadi. Aku mulai menulis, menceritakan kisah yang baru saja terjadi. Dan di akhir cerita, aku beri judul, “Ustadz, Boleh Salim!”
Hikmah
Hikmah Pertama:
Bahwa salaman itu menghilangkan dendam, rasa kesal, mempererat hubungan kasih sayang, dan bisa menghapus dosa-dosa.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu bersalaman kecuali dosa-dosa keduanya diampuni sebelum mereka berpisah.”
(HR. Abu Dawud)
Hikmah Kedua:
Selalu mendoakan orang lain, terutama saat mereka memberi kebaikan dan kebahagiaan pada hati kita.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakan adalah doa yang akan dikabulkan. Di atas kepala orang yang berdoa tersebut terdapat malaikat yang diberi tugas untuk selalu berkata: ‘Amin, dan engkau pun akan mendapatkan seperti itu juga.'”
(HR. Muslim)
Hikmah Ketiga:
Mensyukuri nikmat Allah atas kebahagiaan yang kita dapatkan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada Allah.”
(HR. Abu Dawud)