Sejarah Singkat Al-Furqon Muhammadiyah Boarding School
Oleh Dasam Samsudin & Ibnu Hazm
A. Masa Awal Berdiri
Pondok Pesantren Al-Furqon didirikan pertama kali pada tahun 1964, bersamaan dengan disahkannya Ranting Muhammadiyah Cibiuk oleh Kolonel Bakrie, seorang tokoh Muhammadiyah di Jawa Barat. Pada awalnya, kegiatan pengajaran berlangsung di Kampung Nagrak, Desa Cibiuk Kidul, dengan sistem pengajaran yang masih manual. Santri belajar mengaji di pondok dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Model ini dikenal sebagai “santri kalong” atau “ngalong”, karena santri tidur dan makan di rumah mereka sendiri.
Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah santri semakin bertambah, sehingga timbul inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama. Pada tahun 1971, berkat dukungan moral dan material dari masyarakat, didirikan asrama kecil untuk santri. Santri angkatan pertama antara lain H. Ayub, Soemantri, Engkos Kosasih, Iyang Suryana, Hj. Isop Shofia, Muhammad Idris, Iim Hardiman, Iyok Abdul Fatah, Ade Sudjana, Ii Syafei, dan lain-lain.
Pada tahun 1982, Pondok Pesantren Al-Furqon resmi menjadi yayasan yang diakui pemerintah dengan nama Yayasan Pondok Pendidikan Islam Al-Furqon (YPPI Al-Furqon). Namun, yayasan ini kemudian dibubarkan dan digantikan dengan wakaf kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah Cibiuk. Ide utama pendirian pesantren datang dari KH. Aceng Kosasih, yang berusaha menumbuhkan potensi anak-anak di lingkungan sekitar agar menjalani kehidupan sesuai nilai-nilai agama dan budaya setempat.
KH. Aceng Kosasih adalah seorang tokoh penting dalam pendirian Pondok Pesantren Al-Furqon. Selain unggul dalam bidang ilmu, kepribadian dan totalitas pengorbanannya demi kemajuan pesantren membuatnya dipercaya dan dijadikan panutan oleh santri dan masyarakat. Ia adalah alumni dari berbagai pesantren di Jawa Barat, yang menjadikan Al-Furqon sebuah pesantren yang mengajarkan berbagai ilmu keagamaan, mulai dari membaca kitab kuning, prinsip-prinsip pokok aqidah Islam, hingga praktik ibadah yang benar.
B. Hijrah dari Kampung Nagrak Menuju Kampung Pulo Baru
Pondok Pesantren Al-Furqon dikenal dengan keunggulannya dalam pendidikan tata bahasa Arab seperti Jurmiyah, Imriti, dan Al-Fiyah Ibn Malik, serta pengajaran ilmu aqidah dan ibadah yang komprehensif. Suasana pedesaan yang tenang dan penuh keramahan telah membantu pesantren ini berkembang pesat. Namun, dengan bertambahnya jumlah santri dan semakin intensifnya interaksi mereka dengan masyarakat sekitar, KH. Aceng Kosasih mulai merasa perlunya mempertimbangkan untuk memindahkan lokasi pondok pesantren ke tempat yang lebih strategis dan kondusif.
Pesantren ini telah mengalami pertumbuhan signifikan dari waktu ke waktu, dengan santri-santir datang dari berbagai daerah untuk mengejar pendidikan agama yang berkualitas dan mendalam, khususnya dalam tradisi pembacaan kitab kuning. Kemampuan unggul dalam melatih santri untuk menguasai kitab kuning telah menjadi daya tarik utama yang menginspirasi para santri untuk bergabung. Suasana pedesaan yang tenang dan penuh kekhusyukan semakin menambah kedalaman pengalaman belajar di Pondok Pesantren Al-Furqon.
Namun, dengan pertumbuhan yang pesat ini juga datang tantangan-tantangan baru. Interaksi yang semakin intensif antara santri dan masyarakat sekitar meningkatkan kekhawatiran akan kondisi yang tidak kondusif untuk proses belajar mengajar. Terbatasnya ruang fisik akibat pembangunan perumahan di sekitar pesantren juga menjadi hambatan utama dalam pengembangan pesantren. Kurangnya manajemen yang efektif juga berpotensi membuat proses pendidikan di pesantren terasa monoton dan kurang inovatif.
Sebagai solusi dari tantangan-tantangan ini, gagasan untuk merelokasi Pondok Pesantren Al-Furqon ke lokasi yang lebih strategis muncul. Langkah ini diharapkan dapat mempertahankan fokus belajar santri dan mengurangi gangguan dari lingkungan luar. Selain itu, persaingan antar santri dalam mencapai prestasi akademik dan spiritual diharapkan juga bisa meningkat dengan adanya lingkungan yang lebih kompetitif.
Ust. Yanto Asy-Syatibie mencatat bahwa pada tahun 1992, Masjid Al-Muhajirin menjadi titik awal dari perpindahan Pondok Pesantren Al-Furqon dari Kp. Nagrak ke Kp. Pulo Baru. Pembangunan masjid ini didukung oleh para aghniya dan tanahnya berasal dari wakaf masyarakat sekitar. Lokasinya yang awalnya terletak di tengah sawah dan rawa liar, jauh dari pemukiman penduduk, membuatnya belum memiliki nama resmi. Baru pada tahun 1994, setelah Pondok Pesantren Al-Furqon resmi berpindah, lokasi tersebut mendapatkan nama Kp. Pulo Baru.
Perpindahan ini bukan hanya sekedar relokasi fisik, tetapi juga mencerminkan perubahan kepemimpinan yang signifikan. Pada tahun 1999, H. Sarbini, sosok yang berperan penting dalam pembangunan pesantren, meninggal dunia di usia 75 tahun. Kemudian, pada tahun 2004, KH. Aceng Kosasih, pendiri dan pilar pesantren ini, juga berpulang di usia 74 tahun. Meskipun kehilangan tokoh-tokoh penting ini, Pondok Pesantren Al-Furqon tetap teguh dalam melanjutkan visi pendidikan dan keagamaan mereka.
Setelah kepergian KH. Aceng Kosasih, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh menantu beliau, Muhammad Yunus, pada tahun 2004, yang kemudian meneruskan berbagai inovasi dan pengembangan. Meskipun menghadapi berbagai kendala dalam proses pengembangan, Pondok Pesantren Al-Furqon terus berupaya untuk tetap relevan dalam konteks zaman yang terus berubah. Pada tahun 2007, kepemimpinan pondok pesantren diserahkan kepada putra KH. Aceng Kosasih, yaitu Ust. Yanto Asyatibi, melalui kesepakatan bersama PCM Muhammadiyah Cibiuk. Hal ini menandai fase baru dalam sejarah pesantren, di mana tantangan-tantangan baru seperti dinamika ideologi dan tuntutan zaman terus dihadapi dengan kepemimpinan yang baru.
C. Berdirinya Pondok Pesantren Al-Furqon Muhammadiyah Boarding School
Pondok Pesantren Al-Furqon Muhammadiyah Boarding School merupakan lembaga pendidikan yang telah menjalani perjalanan panjang dalam mengembangkan sistem pendidikan yang holistik dan terintegrasi. Berdiri sejak tahun 2000 dengan inspirasi dari kesuksesan Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut, Al-Furqon memulai format Boarding School dengan tujuan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, serta memastikan kualitas guru dan ustadz yang berkualitas tinggi untuk mendukung pendidikan santri.
Pada tahun 2007, di bawah kepemimpinan Ust. Yanto Asyatibi, Al-Furqon memulai perubahan besar dengan mendirikan SMP Muhammadiyah Plus Cibiuk. Lokasinya yang strategis tidak jauh dari asrama santri memungkinkan akses yang mudah bagi para santri untuk mendapatkan pendidikan formal yang seimbang antara ilmu umum dan agama. Proyek ini didanai oleh sumbangan dari berbagai donatur yang mendukung visi Al-Furqon dalam meningkatkan akses pendidikan berkualitas bagi masyarakat.
Pada tahun 2013, SMP Muhammadiyah Plus Cibiuk bertransformasi menjadi Boarding School penuh. Keputusan ini bertujuan untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif dalam proses belajar mengajar, di mana siswa tidak hanya mengikuti kurikulum nasional pada jam sekolah reguler tetapi juga menerima pendidikan agama dan nilai-nilai khusus pada waktu-waktu tambahan di malam hari. Langkah ini tidak hanya memperkuat karakter dan keilmuan santri dalam dua bidang tersebut, tetapi juga memastikan pembentukan karakter Islami yang kokoh sepanjang waktu.
Setahun berikutnya, SMA Muhammadiyah Plus Cibiuk juga mengadopsi format Boarding School yang sama. Salah satu inovasi besar yang diimplementasikan adalah penambahan program Tahfidzul Quran sebagai disiplin ilmu baru dalam kurikulum, menekankan pentingnya hafalan Al-Quran sebagai bagian integral dari pendidikan di Al-Furqon.
Kurikulum Al-Furqon tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan Muhammadiyah dan ketarjihan sebagai bagian penting dari pembentukan karakter santri. Dengan pengajaran yang terintegrasi antara ilmu umum dan agama, Al-Furqon bertujuan untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya unggul dalam bidang akademik (IPTEK), tetapi juga memiliki integritas moral yang tinggi (IMTAQ).
Di samping pendidikan formal, pondok pesantren ini juga menawarkan beragam kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi Muhadatsah (percakapan bahasa Arab), Hizabul Wathan, dan kegiatan seni seperti Marawis dan Nasyid. Aktivitas ini tidak hanya menambah wawasan santri dalam berbagai bidang keilmuan dan seni, tetapi juga membantu mereka mengembangkan kepribadian yang berdaya saing tinggi dan mandiri.
Prestasi akademik dan non-akademik santri Al-Furqon telah menorehkan jejak yang mengesankan, dengan kemenangan dalam berbagai kompetisi baik di tingkat lokal maupun nasional. Dari juara lomba pidato bahasa Arab dan Inggris hingga prestasi di bidang MIPA dan olahraga, santri Al-Furqon terus menunjukkan potensi luar biasa mereka dalam berbagai bidang.
Visi dan misi Al-Furqon yang menciptakan pendidikan kader yang berwatak “SANG JUARA” (Sanggup, Jujur, Unggul, Amanah, Rajin, Aktif) sangat terwujud dalam praktik sehari-hari di pondok pesantren ini. Mereka tidak hanya berfokus pada pembentukan akademik yang kuat, tetapi juga pada penguatan spiritualitas dan kepemimpinan yang berbasis nilai-nilai Islam yang kuat.
Sebagai lembaga pendidikan yang terus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan zaman, Al-Furqon Muhammadiyah Boarding School tetap berkomitmen untuk menjaga dan meningkatkan standar pendidikan yang merata, adil, dan berkualitas tinggi bagi setiap santri yang bergabung di dalamnya. Dengan demikian, pondok pesantren ini tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga menjadi tempat untuk membentuk insan-insan yang siap menghadapi berbagai tantangan dan memimpin dalam berbagai bidang kehidupan.