Di sebuah desa kecil yang tenang, hiduplah seorang pemuda bernama Mahli. Usianya baru 19 tahun, tetapi ia dikenal sebagai pemuda yang rajin ibadah dan berbudi pekerti baik. Namun, hidup Mahli tidak mudah. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mahli bekerja sebagai buruh tani di ladang milik tetangganya.
Suatu hari, ketika Mahli sedang membantu panen padi, Ustaz Salman, guru agama di desanya, datang menghampirinya.
“Mahli, kamu selalu terlihat bekerja keras. Tapi apa kau pernah merasa lelah secara batin?” tanya Ustaz Salman dengan lembut.
Mahli tersenyum kecil. “Tentu saja, Ustaz. Kadang saya merasa berat dengan semua tanggung jawab ini. Tapi saya percaya, Allah tidak akan membebani saya lebih dari yang saya mampu.”
Ustaz Salman tersenyum bangga mendengar jawaban itu. “Mahli, saya punya saran untukmu. Cobalah melaksanakan puasa Daud. Ini bukan hanya ibadah yang luar biasa di sisi Allah, tetapi juga akan memberimu ketenangan dan kekuatan, baik fisik maupun spiritual.”
Mahli terdiam sejenak. Ia pernah mendengar tentang puasa Daud, yang dilakukan selang-seling, sehari berpuasa dan sehari tidak. “Tapi, Ustaz, pekerjaan saya berat. Apakah saya mampu?”
“Allah selalu memberi kekuatan kepada hamba-Nya yang berniat baik. Mulailah dengan niat yang ikhlas. Insya Allah, kamu akan melihat manfaatnya.”
Keesokan harinya, Mahli memutuskan untuk mencoba. Hari pertama terasa berat. Bekerja di bawah terik matahari dengan perut kosong membuatnya merasa hampir menyerah. Namun, ia terus mengingat niatnya. Ketika adzan maghrib berkumandang, Ahsan berbuka dengan segelas air dan sepotong kurma, merasakan kelegaan yang luar biasa.
Hari-hari berlalu. Mahli mulai terbiasa dengan pola puasa Daud. Ia merasa tubuhnya lebih kuat, pikirannya lebih tenang, dan hatinya lebih dekat dengan Allah. Bahkan, ia merasa rezekinya mulai mengalir lebih lancar. Tetangganya, Pak Harun, memintanya mengurus ladang secara penuh dengan upah yang lebih baik.
“Kerjamu sungguh telaten, Mahli. Aku percaya padamu,” kata Pak Harun suatu sore.
Mahli tersenyum penuh syukur. Ia tahu, ini bukan semata-mata karena usahanya, tetapi juga berkat berkah dari ibadah puasa Daud yang ia jalani.
Suatu malam, saat ia duduk di beranda rumah sambil membaca Al-Qur’an, ibunya memanggil.
“Mahli, ibu bangga padamu. Ibadahmu, kerja kerasmu, semuanya menjadi teladan. Ibu merasa semakin sehat melihatmu begitu ikhlas menjalani hidup.”
Mata Mahli berkaca-kaca. Ia memeluk ibunya erat. “Semua ini berkat doa ibu dan petunjuk dari Allah, Bu.”
Puasa Daud bukan hanya sekadar ibadah bagi Mahli. Ia menemukan kekuatan dan kedamaian di dalamnya. Hidupnya yang sederhana terasa penuh berkah. Ia kini memahami bahwa puasa Daud bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang melatih kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur.
Mahli menjadi inspirasi bagi pemuda lain di desanya. Banyak yang mengikuti jejaknya, menjalankan puasa Daud, dan merasakan manfaatnya.
Seperti yang Rasulullah SAW sabdakan:
“Puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa Nabi Daud; beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mahli terus menjalani hidupnya dengan penuh semangat. Ia tahu, meskipun hidup tidak selalu mudah, Allah selalu memberikan jalan bagi hamba-Nya yang bersabar dan berusaha.
Karena puasa Daud bukan hanya ibadah, tetapi jalan menuju kedekatan dengan Allah dan kekuatan yang luar biasa.