Cerpen Ananda Khoerunnisaa
Santri Kelas XII-ISC
Di sebuah desa kecil, terdapat sebuah Pondok Pesantren bernama Al-Furqon. Pesantren ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan dikenal dengan kegemaran santrinya mempelajari ilmu nahwu dan shorof, serta kehangatan dan kekeluargaan yang dimilikinya. Pada sore hari, saat matahari mulai merendah di ufuk barat, suasana di Pesantren Al-Furqon menjadi sangat indah, terutama saat langit berubah menjadi campuran warna merah dan oranye yang menakjubkan.
Dea, seorang santri senior yang sudah enam tahun tinggal di pondok tersebut, datang dari kota yang dijuluki Kota Gudeg atau biasa disebut Yogyakarta. Dengan tekad yang kuat, ia memiliki keinginan untuk mendalami ilmu agama serta mencari ketenangan di pondok pesantren. Meskipun awalnya merasa canggung dan sedikit kesulitan beradaptasi, kini ia mulai merasakan kehangatan yang diberikan oleh ustadzah dan teman-teman di sekelilingnya.
Suatu sore, Dea duduk di gazebo yang pemandangannya berupa kolam ikan di depannya. Ia mengamati santri-santri yang sedang melakukan berbagai aktivitas, ada yang sedang mengaji atau menghafal Al-Qur’an, ada yang asik bercengkrama di pinggir kolam ikan, dan ada yang terlihat asik bermain badminton di lapangan.
Tiba-tiba seorang ustadzah datang menghampirinya. Dengan senyum lembutnya, ustadzah duduk di samping Dea dan mulai berbicara.
“Dea, bagaimana perasaanmu setelah kamu masuk ke pondok ini?” tanya ustadzah dengan penuh kelembutan.
Dea memandang ke arah kolam ikan yang dilihatnya, lalu berkata, “Awalnya aku merasa asing di sini, ustadzah, tapi alhamdulillah sekarang sudah mulai nyaman. Di sini Dea memahami arti kebersamaan dan kebahagiaan di pondok pesantren.”
Ustadzah memandang Dea dengan penuh takjub akan jawabannya dan melanjutkan, “Itulah keindahan pondok pesantren yang tidak dapat kita jumpai di luar, dari segi keindahannya maupun segi kebersamaannya. Di sini kita tidak hanya belajar ilmu agama, tapi kita bisa belajar saling menghargai dan pastinya setiap orang yang datang ke pesantren membawa cerita dan pengalaman hidupnya yang dapat dipelajari oleh orang lain.”
Dea mengangguk dengan perkataan ustadzah yang sangat berarti. Ia merasa bersyukur menjadi bagian dari keluarga Pondok Pesantren Al-Furqon. Meskipun di awal pesantren ia merasa kesulitan beradaptasi, sekarang ia tahu bahwa setiap langkah yang diambil pasti ada kesulitan dan ada kemudahan di setiap harinya. Setiap langkah yang diambil adalah proses pembelajaran dan pertumbuhan.
Saat malam tiba, Dea merasa hati dan pikirannya tenang. Ia tahu pesantren akan membantu dirinya dari segala aspek dan membantu dirinya untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta. Pondok Pesantren Al-Furqon sekarang bukan hanya tempat ia belajar atau sekolah, tetapi sudah menjadi rumah yang penuh kebahagiaan dan pembelajaran baginya.
Semoga cerita ini menginspirasi kalian yang ingin merasakan indahnya pondok pesantren, terutama Pondok Pesantren Al-Furqon.