Oleh Dasam Samsudin
Pengajar dan IT Al-Furqon MBS Cibiuk
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (3) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (4) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5)
Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Asbabun nuzul atau sebab turunnya ayat ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkhalwat (menyendiri) di Gua Hira. Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW sering mengasingkan diri untuk merenung dan mencari kebenaran spiritual. Suatu malam, Malaikat Jibril datang dan memerintahkan beliau untuk “Iqra” (bacalah). Nabi Muhammad SAW, yang pada saat itu tidak bisa membaca, merasa takut dan bingung, lalu menjawab, “Saya tidak bisa membaca.” Setelah perintah itu diulang tiga kali, Jibril menyampaikan wahyu pertama dari Allah SWT, yaitu Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 (Al-Maroghi, 1993).
Jika dikaitkan dengan penggunaan media dalam pembelajaran, ayat diatas secara harfiah sama sekali tidak menyinggung persoalan media pembelajaran. Namun, predikat “membaca” sendiri sudah pasti mengharuskan keberadaan media baca, baik media tulisannya seperti alat tulis dan tintanya, atau untuk media bacaanya seperti kertas, kulit, buku, atau lainnya. Dan semakin menariknya, untuk membaca Al-Quran sendiri kita membutuhkan media, dalam hal ini mushaf-nya, bahkan di zaman sekarang Al-Quran sudah bisa kita baca di media digital, baik smartphone atau komputer. Maka, dengan jelas ayat iqro di atas mendukung bahkan mengharuskan adanya penggunaan media baca atau media pembelajaran, karena membaca sangat berkaitan erat dengan belajar. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih. الأمر بالشيئ أمر بوسائله yang artinya, “perintah terhadap sesuatu, itu juga perintah terhadap pemenuhan medianya / wasilah. (Hakim, 2010).
Selain ayat di atas, ada juga hadits yang menyebutkan bahwa Nabi SAW dalam memberikan pengajaran menggunakan media gambar untuk menjelaskan agar mudah dipahami sahabat. Neil Fleming mengatakan bahwa gambar merupakan salah satu bentuk media visual yang sangat efektif dalam membantu proses pembelajaran. (Fleming, 2001)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud RA:
خَطَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا، وَخَطَّ خَطًّا فِي الْوَسَطِ خَارِجًا مِنْهُ، وَخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إِلَى هَذَا الَّذِي فِي الْوَسَطِ مِنْ جَانِبِهِ الَّذِي فِي الْوَسَطِ، فَقَالَ: هَذَا الْإِنْسَانُ، وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ، أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ، وَهَذَا الَّذِي هُوَ خَارِجٌ أَمَلُهُ، وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ الْأَعْرَاضُ، فَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا، وَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا.
Artinya: “Rasulullah SAW membuat suatu gambar garis persegi empat dan menggambar suatu garis lurus di tengahnya yang menembus ke luar garis tersebut. Kemudian beliau menggambar garis-garis kecil di sisi garis yang tengah ini. Lalu beliau bersabda, ‘Ini adalah manusia, dan ini adalah ajalnya yang mengepungnya atau telah mengepungnya. Garis yang keluar ini adalah angan-angannya, dan garis-garis kecil ini adalah rintangan-rintangannya. Jika ia selamat dari yang satu, ia akan dicocok oleh yang lain. Jika ia selamat dari yang satu, ia akan dicocok oleh yang lain.'” (HR. Bukhari, no. 6417)
Dalam hadits ini, Nabi Muhammad SAW menggunakan gambar sebagai media pembelajaran untuk menjelaskan panjangnya angan-angan manusia, dan bahwasannya dirinya dikelilingi oleh berbagai musibah, serta ia tidak akan bisa selamat dari kematian. Imam Ath-Thiby menggambarkan sebagai berikut: (Fadhl, 2012)